Selasa, 20 Oktober 2015

PENGAJARAN BERBASIS AKTIVITAS

KONSEP AKTIVITAS BELAJAR
Pendidikan tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya tidak mengenal, bahkan sama sekali tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses belajar mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru. Pada waktu itu cara mengajar yang populer adalah metode imposisi. Para siswa menelan saja hal-hal yang direncanakan dan disampaikan oleh guru.
Kegiatan mandiri dianggap tidak ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu dan menentukan segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Sistem penuangan segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Sistem penuangan lebih mudah pelaksanaannya bagi guru dan tidak ada masalh atau kesulitan; guru cukup mempelajari materi dari buku, lalu disampaikan kepada siswa. Di sisi lain, siswa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka diam dan bersikap pasif atau tidak aktif.
Adanya temuan-temuan baru dalam psikologi perkembangan dan psikologi belajar menyebabkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan hasil penelitian para ahli pendidikan ternyata, bahwa soswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Didalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. Pendidikan perlu mengerahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi hidup itu perlu mendapat kesempatan yang luas untuk berkembang, tanpa pengarahan dikhawatirkan terjadi penyimpangan perkembangan dari tujuan yang telah ditentukan. Jika terjadi penyimpangan maka berakibat terganggunya bahkan rusaknya perkembangan siswa. Dengan kata lain, para siswa tidak menjadi manusia sebagaimana dicuta-citakan oleh masyarakat.

PENGGUNAAN AKTIVITAS DALAM PENGAJARAN
Asas aktivitas digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik metode dalam kelas maupun metode mengajar diluar kelas. Hanya saja penggunaannya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan pula pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan itu.
1.       Sekolah tradisional menggunakan asas ini dalam bentuk mendengarkan, menulis, dan oral dalam hal-hal yang sangat terbatas.
2.       Sekolah Maria Montessori, menggunakan asas ini dalam kegiatan bermain dan mengenal benda-benda.
3.       Killpatrick, menggunakan asas ini dalam berproyek. Menurut pendapatnya proyek terdiri dari 4 macam, yakni:
a)      Tipe satu: Contruction on creative project, bertujuan mengembangkan ide-ide atau merealisasikan suatu ide dalam suatu bentuk tertentu.
b)      Tpe dua: The appreciation on enjoyment project, bertujuan menikmati pengalaman-pengalamn aesthetis.
c)       Tipe tiga: The problem project, bertujuan memecahkan suatu kesulitan intelektual
d)      Tipe empat: The drill or afeciaficproject, bertujuan memperoleh pengalamn dan keterampilan tertentu.
4.       J.Dewey, terkenal dengan sekolah kerja, menggunakan asas aktivitas dalam proyek kerja dan metode problem solving, dengan langkah-langkah sebagai berikut.
·         Menyadari dan merumuskan masalah
·         Menentukan hipotesis
·         Mengumpulkan data-data
·         Mengetes hipotesis dengan data
·         Menarik kesimpulan
·         Melaksanakan keputusan
5.       Sekolah-sekolah yang telah maju banyak menggunakan asas ini dengan metode tugas pekerjaan rumah, kerja kelompok, demonstrasi, eksperimen, sosiodrama, dan lain0lain.
6.       G.E. Olsen menggunakan asas ini dalam rangka karya wisata, manusia sumber, berkemah, survei pengabdian masyarakat, dan kerja pengalaman.
7.       Dr. Keller, terkenal dengan Comprehensive High School, dimana kegiatan belajar untuk memperoleh keterampilan diutamakan (special interest education) disamping pendidikan umum (general education).
8.       Konsep Sekolah Pembangunan di Indonesia juga menekankan adanya aktivitas kerja sebagai persiapan kader-kader pembangunan.

CARA MELAYANI PERBEDAAN INDIVIDUAL
Berbagai cara dapat dilakukan oleh guru untuk melayani perbedaan individual dalam proses belajar mengajar di sekolah. Cara-cara tersebut antara lain sebagai berikut.
1.       Akselrasi dan Program Tambahan
Terhadap para siswa yang cerdas dapat dilakukan dua cara agar perkembangannya berjalan dengan kemampuannya.
a)      Akselrasi: memberi kesempatan kepada siswa bersangkutan untuk naik ke tingkatan kelas berikutnya lebih cepat (double promotion) satu dua kali sekaligus
b)      Program tambahan: kepadanya diberikan tugas-tugas tambahan di dalam setiap tingkatan kelas. Denver school memberikan pelayanan terhadap para siswa yang cerdas, dengan langkah langkah sebagi berikut.
1.       Identifikasi: mencari dan menemukan anak-anak yang tergolong cerdas, yang memiliki IQ 125 keatas
2.       Modifikasi kurikulum: menyediakan pengalaman yang lebih luas dan lebih dalam dibandingkan dengan kurikulum biasa
3.       Artikulasi: setiap guru yang mengajar siswa tersebut memberi petunjuk kepada guru penggantinya. Demikian pula sekolah juga memberikan petunjuk kepada sekolah berikutnya
4.       Evaluasi: keberhasilan program ini diukur dari kualitas hasil belajar murid (siswa)
2.       Pengajaran Individual
a)      Setiap individu mendapat tugas. Pengajaran dan evaluasi dilakukan terhadap masing-masing individu. Bentuk pengajaran ini tergolong yang ekstrem dari pengajaran individual
b)      Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang diberi pengajaran kelompok dan tugas-tugas secara okasional. Evaluasi dilakukan dalam bentuk tes kelompok
c)       Setiap siswa maju dengan kecepatan sendiri tapi masing-masing mempunyai dasar yang sama, yang dilengkapi dengan tugas tahunan dalam suatu mata pelajaran. Masing-masing siswa dapat menyelesaikannya dalam waktu 6 bulan atau 8 bulan, atau setengah tahun tergantung pada kemampuannya.
3.       Pengajaran Unit
Pengajaran unit dilaksanakan dengan prosedur siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Tiap individu mendapat tugas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Siswa yang lamban akan memilih tugas dan bahan yang lebih mudah, sedangkan siswa yang cerdas akan memilih tugas yang lebih sulit. Kelompok-kelompok tersebut saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja perorangan pada akhirnya menjadi hasil kerja kelompok. Hasil-hasil kerja kelompok pada akhirnya menjadi hasil kerja keras.
4.       Kelas Khusus Bagi Siswa yang Cerdas
Kelas-kelas khusu ini dapat dibentuk baik pada waktu anak masuk sekolah berdasarkan hasil tes inteligensi maupun pada akhir tahun sebagai persiapan ke tahun ajaran berikutnya, cara terakhir ini ditempuh karena sudah tampak dengan jelas tingkat kepandaiannya, dan terpilih dari sejumlah anak yang berada di atas tingkat rata-rata.
5.       Kelas Remedi bagi Para siswa yang Lambat
Pada suatu kelas umumnya terdapat beberapa orang siswa yang tergolong lamban dalam beberapa mata pelajaran. Para siswa yang lamban dalam satu atau beberapa mata pelajaran yang sama dikelompokkan dalam satu kelompok untuk memperoleh bantuan/bimbingan secara khusu supaya mereka berada kembali setingkat dengan siswa lainnya untuk mata pelajaran tersebut, sehingga pada akhirnya mereka belajar bersama dalam kelas dengan para siswa lainnya.
6.       Pengelompokan Berdasarkan Abilitas
Berdasarkan abilitas siswa, kelas dibagi menjadi tiga kelompok, yakni: kelompok kurang, kelompok sedang, dan kelompok pandai. Pembagian kelompok dilakukan setelah guru melakukan penelitian yang seksama terhadap kelas. Guru menggunakan kriteria sebagai berikut,
a.       Hasil tes inteligensi umum
b.      Perolehan angka rata-rata oleh setiap siswa
c.       Angka rata-rata tahun pertama dalam mata pelajaran yang sedang ditempuh
d.      Hasil tes objektif mengenai bidang pengajaran pada tahun pertama

Berdasarkan kelompok-kelompok abilitas tersebut, guru berkesempatan untuk menyeuaikan dan mendifersiasikan bahan pelajaran dan metode mengajar sesuai dengan individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar