KONSEP AKTIVITAS
BELAJAR
Pendidikan
tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya tidak mengenal, bahkan sama sekali
tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses belajar mengajar. Para siswa
hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru. Pada waktu itu cara
mengajar yang populer adalah metode imposisi. Para siswa menelan saja hal-hal
yang direncanakan dan disampaikan oleh guru.
Kegiatan
mandiri dianggap tidak ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu
dan menentukan segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Sistem penuangan
segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Sistem penuangan lebih mudah
pelaksanaannya bagi guru dan tidak ada masalh atau kesulitan; guru cukup
mempelajari materi dari buku, lalu disampaikan kepada siswa. Di sisi lain,
siswa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka diam dan bersikap pasif atau
tidak aktif.
Adanya
temuan-temuan baru dalam psikologi perkembangan dan psikologi belajar
menyebabkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan hasil penelitian para ahli
pendidikan ternyata, bahwa soswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam
dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang
berkembang. Didalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan
bekerja sendiri terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja
sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. Pendidikan
perlu mengerahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke tingkat perkembangan
yang diharapkan. Potensi hidup itu perlu mendapat kesempatan yang luas untuk
berkembang, tanpa pengarahan dikhawatirkan terjadi penyimpangan perkembangan
dari tujuan yang telah ditentukan. Jika terjadi penyimpangan maka berakibat
terganggunya bahkan rusaknya perkembangan siswa. Dengan kata lain, para siswa
tidak menjadi manusia sebagaimana dicuta-citakan oleh masyarakat.
PENGGUNAAN AKTIVITAS
DALAM PENGAJARAN
Asas aktivitas
digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik metode dalam kelas maupun
metode mengajar diluar kelas. Hanya saja penggunaannya dilaksanakan dalam
bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan
disesuaikan pula pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan itu.
1. Sekolah
tradisional menggunakan asas ini dalam bentuk mendengarkan, menulis, dan oral
dalam hal-hal yang sangat terbatas.
2. Sekolah
Maria Montessori, menggunakan asas ini dalam kegiatan bermain dan mengenal
benda-benda.
3. Killpatrick,
menggunakan asas ini dalam berproyek. Menurut pendapatnya proyek terdiri dari 4
macam, yakni:
a)
Tipe satu: Contruction
on creative project, bertujuan mengembangkan ide-ide atau merealisasikan
suatu ide dalam suatu bentuk tertentu.
b)
Tpe dua: The
appreciation on enjoyment project, bertujuan menikmati pengalaman-pengalamn
aesthetis.
c)
Tipe tiga: The
problem project, bertujuan memecahkan suatu kesulitan intelektual
d)
Tipe empat: The
drill or afeciaficproject, bertujuan memperoleh pengalamn dan keterampilan
tertentu.
4. J.Dewey,
terkenal dengan sekolah kerja, menggunakan asas aktivitas dalam proyek kerja
dan metode problem solving, dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
·
Menyadari dan merumuskan masalah
·
Menentukan hipotesis
·
Mengumpulkan data-data
·
Mengetes hipotesis dengan data
·
Menarik kesimpulan
·
Melaksanakan keputusan
5. Sekolah-sekolah
yang telah maju banyak menggunakan asas ini dengan metode tugas pekerjaan
rumah, kerja kelompok, demonstrasi, eksperimen, sosiodrama, dan lain0lain.
6. G.E.
Olsen menggunakan asas ini dalam rangka karya wisata, manusia sumber, berkemah,
survei pengabdian masyarakat, dan kerja pengalaman.
7. Dr.
Keller, terkenal dengan Comprehensive
High School, dimana kegiatan belajar untuk memperoleh keterampilan
diutamakan (special interest education)
disamping pendidikan umum (general education).
8. Konsep
Sekolah Pembangunan di Indonesia juga menekankan adanya aktivitas kerja sebagai
persiapan kader-kader pembangunan.
CARA MELAYANI PERBEDAAN INDIVIDUAL
Berbagai cara
dapat dilakukan oleh guru untuk melayani perbedaan individual dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Cara-cara tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Akselrasi dan Program Tambahan
Terhadap para siswa yang cerdas dapat dilakukan dua
cara agar perkembangannya berjalan dengan kemampuannya.
a)
Akselrasi: memberi kesempatan kepada siswa bersangkutan
untuk naik ke tingkatan kelas berikutnya lebih cepat (double promotion) satu
dua kali sekaligus
b)
Program tambahan: kepadanya diberikan
tugas-tugas tambahan di dalam setiap tingkatan kelas. Denver school memberikan
pelayanan terhadap para siswa yang cerdas, dengan langkah langkah sebagi
berikut.
1.
Identifikasi: mencari dan menemukan anak-anak
yang tergolong cerdas, yang memiliki IQ 125 keatas
2.
Modifikasi kurikulum: menyediakan pengalaman
yang lebih luas dan lebih dalam dibandingkan dengan kurikulum biasa
3.
Artikulasi: setiap guru yang mengajar siswa
tersebut memberi petunjuk kepada guru penggantinya. Demikian pula sekolah juga
memberikan petunjuk kepada sekolah berikutnya
4.
Evaluasi: keberhasilan program ini diukur dari
kualitas hasil belajar murid (siswa)
2.
Pengajaran Individual
a)
Setiap individu mendapat tugas. Pengajaran dan
evaluasi dilakukan terhadap masing-masing individu. Bentuk pengajaran ini
tergolong yang ekstrem dari pengajaran individual
b)
Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
yang diberi pengajaran kelompok dan tugas-tugas secara okasional. Evaluasi
dilakukan dalam bentuk tes kelompok
c)
Setiap siswa maju dengan kecepatan sendiri tapi
masing-masing mempunyai dasar yang sama, yang dilengkapi dengan tugas tahunan
dalam suatu mata pelajaran. Masing-masing siswa dapat menyelesaikannya dalam
waktu 6 bulan atau 8 bulan, atau setengah tahun tergantung pada kemampuannya.
3.
Pengajaran Unit
Pengajaran unit dilaksanakan dengan prosedur siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Tiap individu mendapat tugas sesuai
dengan minat dan kemampuannya. Siswa yang lamban akan memilih tugas dan bahan
yang lebih mudah, sedangkan siswa yang cerdas akan memilih tugas yang lebih
sulit. Kelompok-kelompok tersebut saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja
perorangan pada akhirnya menjadi hasil kerja kelompok. Hasil-hasil kerja
kelompok pada akhirnya menjadi hasil kerja keras.
4.
Kelas Khusus Bagi Siswa yang Cerdas
Kelas-kelas khusu ini dapat dibentuk baik pada waktu
anak masuk sekolah berdasarkan hasil tes inteligensi maupun pada akhir tahun
sebagai persiapan ke tahun ajaran berikutnya, cara terakhir ini ditempuh karena
sudah tampak dengan jelas tingkat kepandaiannya, dan terpilih dari sejumlah
anak yang berada di atas tingkat rata-rata.
5.
Kelas Remedi bagi Para siswa yang Lambat
Pada suatu kelas umumnya terdapat beberapa orang siswa
yang tergolong lamban dalam beberapa mata pelajaran. Para siswa yang lamban
dalam satu atau beberapa mata pelajaran yang sama dikelompokkan dalam satu
kelompok untuk memperoleh bantuan/bimbingan secara khusu supaya mereka berada
kembali setingkat dengan siswa lainnya untuk mata pelajaran tersebut, sehingga
pada akhirnya mereka belajar bersama dalam kelas dengan para siswa lainnya.
6.
Pengelompokan Berdasarkan Abilitas
Berdasarkan abilitas siswa, kelas dibagi menjadi tiga
kelompok, yakni: kelompok kurang, kelompok sedang, dan kelompok pandai.
Pembagian kelompok dilakukan setelah guru melakukan penelitian yang seksama
terhadap kelas. Guru menggunakan kriteria sebagai berikut,
a.
Hasil tes inteligensi umum
b.
Perolehan angka rata-rata oleh setiap siswa
c.
Angka rata-rata tahun pertama dalam mata
pelajaran yang sedang ditempuh
d.
Hasil tes objektif mengenai bidang pengajaran
pada tahun pertama
Berdasarkan
kelompok-kelompok abilitas tersebut, guru berkesempatan untuk menyeuaikan dan
mendifersiasikan bahan pelajaran dan metode mengajar sesuai dengan individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar