Orang Kanekes atau orang Baduy adalah
suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar
kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda
yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan
masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah
tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau
"orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang
mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai
Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang
pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan
Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau
ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes
(Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut
adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan sesedikit
mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang
disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
Objek
kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang
lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi
lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang
pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua
adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti
rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang
yang menyimpan air hujan.
Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
Suku baduy (Kanekes) merupakan sebuah suku yang ada
di Indonesia, Suku ini berada di Kabupaten Lebak, Banten. Suku baduy memeliki
populasi antara 6000 hingga 9000 orang. Suku baduy ini terbagi menjadi 2
kelompok yaitu baduy dalam dan baduy luar. Perbedaan antara suku baduy dalam
dan suku baduy luar adalah suku baduy dalam hingga saat ini masih
mempertahankan budaya mereka yaitu dengan mengisolasi diri mereka dari pengaruh
dunia luar, sedangkan untuk suku baduy luar mereka cenderung lebih terbuka atau
tidak terlalu mengisolasi diri dari pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih
mau menerima budaya-budaya modern namun tidak semua budaya tersebut mereka
terima. Sedangkan untuk masyarakat suku baduy dalam tidak mau menerima
budaya yang datang dari luar daerahnya, mereka berpendapat bahwa budaya
tersebut dapat merusak budaya dari leluhurnya.
Bahasa yang digunakan
oleh suku Baduy adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Tapi kelompok suku
baduy dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk dapat berkomunikasi dengan para
pendatang, meskipun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah.
Orang Baduy dalam tidak mengenal budaya menulis, sehingga adat-istiadat ataupun
kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan melalui tutur lisan
saja.
Masyarakat Baduy tidak
mengenyam bangku sekolah, karena mereka berpendapat bahwa pendidikan tersebut
berlawanan dengan adat-istiadat mereka Sehingga mereka menolak usulan
pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa mereka.
Suku Badui dalam
merupakan bagian ataupun keseluruhan dari orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes
Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang
mereka. Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara
lain:
· Larangan
menggunakan alas kaki
· Larangan
menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
· Pintu
rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau
ketua adat)
· Tidak
diperbolehkan menggunakan alat elektronik ataupun Listrik. (teknologi)
· Menggunakan
kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri
serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Adapun beberapa alasan
yang menyebabkan di keluarkannya warga badui dalam menjadi warga badui luar
yaitu :
· Mereka
telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
· Berkeinginan
untuk keluar dari Kanekes Dalam
· Menikah
dengan anggota Kanekes Luar
Nilai yang dapat diambil yaitu etika masyarakat pedalaman Baduy dapat dijadikan instrumen dalammeracik mentalitas pembangunan diIndonesia. Etikamasyarakat Baduy dalam pembangunanterwujud dalam nilai-nilai berikut: memegang teguh karakter sosial guna mengembangkan pilar-pilar nilai budaya nasional; ketahanan pangan;kemandirian gayahidup; mengedepankan kepentinganmasyarakat; fokus dalam menjalankan .