Sabtu, 26 Desember 2015

Suku Baduy

Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun", atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)

Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.

Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.

 Suku baduy (Kanekes) merupakan sebuah suku yang ada di Indonesia, Suku ini berada di  Kabupaten Lebak, Banten. Suku baduy memeliki populasi antara 6000 hingga 9000 orang. Suku baduy ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu baduy dalam dan baduy luar. Perbedaan antara suku baduy dalam dan suku baduy luar adalah suku baduy dalam hingga saat ini masih mempertahankan budaya mereka yaitu dengan mengisolasi diri mereka dari pengaruh dunia luar, sedangkan untuk suku baduy luar mereka cenderung lebih terbuka atau tidak terlalu mengisolasi diri dari pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih mau menerima budaya-budaya modern namun tidak semua budaya tersebut mereka terima. Sedangkan untuk  masyarakat suku baduy dalam tidak mau menerima budaya yang datang dari luar daerahnya, mereka berpendapat bahwa budaya tersebut dapat merusak budaya dari leluhurnya.
Bahasa yang digunakan oleh suku Baduy adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Tapi kelompok suku baduy dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk dapat berkomunikasi dengan para pendatang, meskipun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Baduy dalam tidak mengenal budaya menulis, sehingga adat-istiadat ataupun kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan melalui tutur lisan saja.
Masyarakat Baduy tidak mengenyam bangku sekolah, karena mereka berpendapat bahwa pendidikan tersebut berlawanan dengan adat-istiadat mereka Sehingga mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa mereka.
Suku Badui dalam merupakan bagian ataupun keseluruhan dari orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian  peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
·         Larangan menggunakan alas kaki
·         Larangan menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
·         Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
·         Tidak diperbolehkan menggunakan alat elektronik ataupun Listrik. (teknologi)
·         Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.

Adapun beberapa alasan yang menyebabkan di keluarkannya warga badui dalam menjadi warga badui luar yaitu :
·         Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
·         Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
·         Menikah dengan anggota Kanekes Luar


Nilai yang dapat diambil yaitu etika masyarakat pedalaman Baduy dapat dijadikan instrumen dalammeracik mentalitas pembangunan diIndonesia. Etikamasyarakat Baduy dalam pembangunanterwujud dalam nilai-nilai berikut: memegang teguh karakter sosial guna mengembangkan pilar-pilar nilai budaya nasional; ketahanan pangan;kemandirian gayahidup; mengedepankan kepentinganmasyarakat; fokus dalam menjalankan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar