KELENTENG CINA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
Dosen pengampu: Adang, M.Pd
Disusun Oleh:
Irena Herdiana (2227141504)
S1
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
KELENTENG CINA
Pada
suatu hari, ada sekelompok orang datang dari
negeri Tiongkok untuk pergi
berlayar ke Tuban yang merupakan salah satu wilayah di negeri Indonesia. Saat
perjalanan menuju Tuban, badai besar datang menerpa kapal yang mereka naiki dan kemudian terdamparlah mereka di teluk
Banten. Saat itu kondisi laut tidak bersahabat, amukan badai yang menerobos
lautan dengan kencang dan hembusan angin yang sangat dasyat sehingga tidak
memungkinkan untuk mereka dapat meneruskan perjalanannya menuju negri Tuban,
pada akhirnya mereka pun memutuskan untuk tinggal sementara di teluk banten
sambil menunggu cuaca laut kembali normal. Waktu berjalan begitu cepat akan
tetapi lautan belum bersahabat sehingga mereka belum dapat meneruskan perjalanannya,
karena kebutuhan rohani mereka harus tetap terpenuhi, akhirnya mereka membangun
sebuah kelenteng sebagai tempat peribadatan sementara yang bertempat di kampung
Darmayon pada abad ke-16. Setelah warga tiongkok yang terdampar di teluk Banten
menunggu cukup lama sampai cuaca
laut kembali normal dan bersahabat akhirnya mereka dapat meneruskan
perjalanannya menuju negri Tuban atau
kembali ke negerinya
Tiongkok.
Akan tetapi sebagian dari mereka memutuskan untuk tetap tinggal menetap di
Teluk Banten, sehingga mereka melanjutkan hidupnya disana sampai memiliki
keluarga dan keturunan.
Karena
mayoritas masyarakat diteluk Banten beragama islam maka ada beberapa dari
mereka memutuskan untuk memeluk agama islam, sehingga dibangunlah sebuah masjid
yang tidak jauh dari kelenteng dengan jarak kurang lebih 100 m. Masjid itu
dibangun oleh Sunan Ampel dan masyarakat Tiongkok yang telah memeluk agama
islam. Dengan demikan, meski
adanya perbedaan keyakinan (agama) mereka tetap saling menghargai, toleran dan
jalinan persaudaraan diantara keduanya yang sungguh kuat.
Setelah sekian lama, warga Tiongkok
berkembang semakin banyak sehingga kelenteng yang mereka bangun saat itu tidak
cukup untuk tempat peribadatan mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk
membangun kelenteng baru dengan seizin dari penjajah Belanda yang bertempatkan
di kampung Pacinaan pada abad ke-18. Kelenteng baru tersebut dinamakan Vihara Alvalokitesvara.
Kampung Pacinaan, adalah kampung
komunitas cina. Karena semakin banyaknya masyarakat Tiongkok akhirnya dibuatlah
suatu komunitas itu. Kampung tersebut sebagian besar adalah masyarakat
Tiongkok, meski ada yang beragma islam. Kedua keyakinan ini berdekatan dan
malah satu ruang lingkup, meski begitu keduanya tidak saling bertentangan,
menjatuhkan, atau bahkan mengusik satu sama lain. Dari masyarakatnyapun saling
bersinergi sehingga hidup rukun tanpa adanya pertentangan keyakinan.
Kesimpulan
dan Nilai moral
Meski mayoritas di banten adalah
umat islam dan banten merupakan tempat sejarah islam terbesar,
akan tetapi islam tidak pernah menghalangi
perkembangan atau bahkan mengganggu
keyakinan lain termasuk keyakinan Hindu atau Tiongkok dan keyakinan lainnya.
Begitu juga dengan mereka, mereka tidak akan mengusik dan mengganggu keyakinan
lain. Umat muslim yang berada di sekitar kampung pacinaan tetap bertoleran
ketika adanya kegiatan atau acara yang memungkinkan untuk umat muslim ikut
serta dengan senang hati umat muslim akan hadir dan membantu untuk kelancaran
acara tersebut. Dan sebaliknya, masyarakat Tiongkok atau hindu pun akan
membantu dan ikut serta apabila diharuskan untuk mereka bergabung dengan umat
islam. Keyakinan adalah keyakinan, dan tali silaturrahim harus tetap
tersambung. Perbedaan keyakinan bukanlah satu alasan kuat untuk kita tidak
menyambung terus tali silaturrahmi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar