Minggu, 13 Desember 2015

Cerita Lokal banten

KELENTENG CINA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
Dosen pengampu: Adang, M.Pd


Disusun Oleh:
Irena Herdiana (2227141504)
                                                                                            

S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015

KELENTENG CINA
Pada suatu hari, ada sekelompok orang datang dari negeri Tiongkok untuk pergi berlayar ke Tuban yang merupakan salah satu wilayah di negeri Indonesia. Saat perjalanan menuju Tuban, badai besar datang menerpa kapal yang mereka naiki dan kemudian terdamparlah mereka di teluk Banten. Saat itu kondisi laut tidak bersahabat, amukan badai yang menerobos lautan dengan kencang dan hembusan angin yang sangat dasyat sehingga tidak memungkinkan untuk mereka dapat meneruskan perjalanannya menuju negri Tuban, pada akhirnya mereka pun memutuskan untuk tinggal sementara di teluk banten sambil menunggu cuaca laut kembali normal. Waktu berjalan begitu cepat akan tetapi lautan belum bersahabat sehingga mereka belum dapat meneruskan perjalanannya, karena kebutuhan rohani mereka harus tetap terpenuhi, akhirnya mereka membangun sebuah kelenteng sebagai tempat peribadatan sementara yang bertempat di kampung Darmayon pada abad ke-16. Setelah warga tiongkok yang terdampar di teluk Banten menunggu cukup lama sampai cuaca laut kembali normal dan bersahabat akhirnya mereka dapat meneruskan perjalanannya menuju negri Tuban atau kembali ke negerinya Tiongkok. Akan tetapi sebagian dari mereka memutuskan untuk tetap tinggal menetap di Teluk Banten, sehingga mereka melanjutkan hidupnya disana sampai memiliki keluarga dan keturunan.
Karena mayoritas masyarakat diteluk Banten beragama islam maka ada beberapa dari mereka memutuskan untuk memeluk agama islam, sehingga dibangunlah sebuah masjid yang tidak jauh dari kelenteng dengan jarak kurang lebih 100 m. Masjid itu dibangun oleh Sunan Ampel dan masyarakat Tiongkok yang telah memeluk agama islam. Dengan demikan, meski adanya perbedaan keyakinan (agama) mereka tetap saling menghargai, toleran dan jalinan persaudaraan diantara keduanya yang sungguh kuat.
Setelah sekian lama, warga Tiongkok berkembang semakin banyak sehingga kelenteng yang mereka bangun saat itu tidak cukup untuk tempat peribadatan mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk membangun kelenteng baru dengan seizin dari penjajah Belanda yang bertempatkan di kampung Pacinaan pada abad ke-18. Kelenteng baru tersebut dinamakan Vihara Alvalokitesvara.
Kampung Pacinaan, adalah kampung komunitas cina. Karena semakin banyaknya masyarakat Tiongkok akhirnya dibuatlah suatu komunitas itu. Kampung tersebut sebagian besar adalah masyarakat Tiongkok, meski ada yang beragma islam. Kedua keyakinan ini berdekatan dan malah satu ruang lingkup, meski begitu keduanya tidak saling bertentangan, menjatuhkan, atau bahkan mengusik satu sama lain. Dari masyarakatnyapun saling bersinergi sehingga hidup rukun tanpa adanya pertentangan keyakinan.

Kesimpulan dan Nilai moral

Meski mayoritas di banten adalah umat islam dan banten merupakan tempat sejarah islam terbesar, akan tetapi islam tidak pernah menghalangi perkembangan atau bahkan mengganggu keyakinan lain termasuk keyakinan Hindu atau Tiongkok dan keyakinan lainnya. Begitu juga dengan mereka, mereka tidak akan mengusik dan mengganggu keyakinan lain. Umat muslim yang berada di sekitar kampung pacinaan tetap bertoleran ketika adanya kegiatan atau acara yang memungkinkan untuk umat muslim ikut serta dengan senang hati umat muslim akan hadir dan membantu untuk kelancaran acara tersebut. Dan sebaliknya, masyarakat Tiongkok atau hindu pun akan membantu dan ikut serta apabila diharuskan untuk mereka bergabung dengan umat islam. Keyakinan adalah keyakinan, dan tali silaturrahim harus tetap tersambung. Perbedaan keyakinan bukanlah satu alasan kuat untuk kita tidak menyambung terus tali silaturrahmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar